Deg,
spontan aku terbangun ngelirik jarum jam di dinding kamar, jarum pendeknya
tepat diangka lima dan angka dua belas untuk jarum panjangnya. Ya ampun aku
ketiduran, lalu segera berlalu untuk melaksanakan sholat subuh kemudian
packing. Packing? Yup dari sinilah cerita cerita konyol 9-10 November 2013 nan
haru itu dimulai.
Oouw,
bajunya belom dijemput, ini sudah jam berapa? Aku menggumam sendiri pagi itu.
Mandi, segera sarapan dan berangkat ke beskem menemui Ihsanudin ketua IPPMBK
malang untuk tahun 2013. Dengan keadaan seperti ini siapa lagi yang bisa aku
hubungi selain beliau. Tek, saat sampai dibeskem masih sepi, pada kemana?
Pertanyaan yang ga perlu ditanyakan untuk jam-jam segini. Kemana lagi kalau
bukan masih tidur. Sungkan memang untuk membangunkan teman-teman, tapi apa boleh
dikata tidak ada pilihan lain lagi.
Kereta
hari ini menuju Surabaya akan berangkat jam12.00, itulah yang diketahui
teman-teman termasuk aku saat itu, sekarang sudah jam 08.00 dan aku harus
segera kerumah uni tina untuk menjemput baju tari yang akan dikenakan
teman-teman pada acara GGM besok di Surabaya dan itu artinya memang tidak ada
pilihan untuk tidak membangunkan sang ketua. “Isaaan…” suaraku menggema
dilorong kamar beskem yang tidak mungkin aku masuki itu. “iya” sang ketua
menjawab. Dengan wajah masih memelas beliau keluar dari kamarnya menemuiku yang
senyum-senyum sendiri tidak enak menggangu tidurnya. “ Baju belom dijemput, bisa tua menemani wi?”
kalimatku saat itu. “oh iya wi” jawabnya singkat.
Pukul
08.30 kamipun berangkat kerumah uni Tina untuk menjemput baju. Sejam kemudian
aku selesai memilih baju yang akan kami bawa, setelah berpamitan kami kembali
ke beskem, namun sesampai disana teman-teman yang akan berangkat ke Surabaya
masih belom kelihatan. Saat jam sudah menunjukan angka 10.30 barulah beberapa
orang mulai datang. Rute hari ini adalah beskem-stasiun Kota Lama Belimbing dan
kemudian berangkat ke Surabaya dengan kereta ekonomi lalu turun di stasiun
Wonokromo Surabaya.
Tepat
jam 11.00 siang itu aku bersama teman-teman yang berjumlah 24 menuju stasiun
dengan angkot. Angkot pertama diisi 13 orang termasuk aku sedangkan dibelakang
menyusul angkot kedua yang diisi adik-adik maba 2013 sekitar 11 orang.
Perjalanan siang itu diisi dengan canda tawa yang tidak ada habisnya, tapi
ditengah perjalanan tiba-tiba Ihsanddin berseru “Happy ketinggalan”. OOuw,
teman-teman mulai ribut dengan berbagai komentarnya masing-masing dan solusi
yang paling tepat adalah menyusul. Opsi pertama, minta tolong teman-teman yang
masih dibeskem untuk mengantar ke stasiun, namun adakah yang tahu jalan? Masalah
muncul. Ihsanudin dan Isan Dinata sibuk menelvon teman-teman yang ada dibeskem
jikalau ada teman-teman yang bisa mengantar namun, ternyata happy lebih memilih
opsi kedua yaitu nyusul sendiri dengan naik angkot.
Happy
lewat, namun beberapa saat kemudian masalah baru muncul, tadi Happy sekarang
Indah. Ehmmm, masih ada aja yang ketinggalan. Akhirnya bg Ego ikut turun tangan
untuk mengantar Indah ke stasiun, selesai. Opps ternyata tidak sampai disitu
saja, “jam berapa sekarang? Keburu nggak ya waktunya?” pertanyaan baru muncul
ketika melihat jarum jam menunjukan angka 11.50 WIB, 11.55 WIB bahkan ada yang
jarum jamnya menunjukan 12.06 WIB. Berbagai komentar dan gumaman teman-teman
mulai bermunculan. Berdoa agar jam yang paling lambat adalah jam yang paling
benar, atau setidaknya keretanya terlambat. Tidak hanya itu, bahkan
khayalan-khayalan seperti film-film india pun ikut mewarnai perjalanan kami
waktu itu. “bagaimana jika kita sampai, dan waktu yang bersamaan keretanya
berangkat” salah satu khayalan teman-teman. “Atau ntar kita lempar selendang
trus nyangkut di keretanya, aku gelayutan” khayal Yuda. “Atau kita lari-lari
kayak difilmnya 5 cm”. Begitulah khayalan-khayalan teman-teman.
Disaat
teman-teman mengkhayal tiba-tiba aku menerima sebuah pesan singkat “kak dimana?
Kami udah distasiun” smsnya trya yang membuatku bingung dan berpikir, kok bisa?
Bukannya tadi trya dan teman-teman, angkotnya dibelakang dan ketinggalan
lumayan jauh ya? Kok bisa nyampe duluan? Aku Tanya teman-teman ada yang melihat
angkot mereka duluan nggak?, dan dijawab dengan gelengan kepala. Kemudian tiba-tiba
ada yang nyeletuk “jangan-jangan yang dimaksud adalah stasiun kota baru”. OOuw,
masalah baru lagi ini apalagi dengan waktu yang tinggal sepuluh menit malah
salah stasiun, dan itu artinya mereka harus nyari angkot baru untuk sampai di
stasiun kota lama belimbing yang kami tuju. Ehmmm, bagaimana ini? “telephon aja”
Ihsanudin berkata.
Huft,
akhirnya mulai sedikit bernafas lega saat teman-teman yang salah stasiun
tersebut mengatakan kembali berangkat menuju stasiun kota lama. Tepat jam 12
lebih sedikit kami sampai dan ternyata kereta yang kami maksud bukan berangkat
jam 12.00 tapi 12.10 WIB dan disana sudah ada Indah dan Bg Ego yang sudah
terlebih dulu sampai. Tapi tetap saja belum bisa bernafas sangat lega karena
teman-teman yang diangkot satunya belum menampakan diri.
Menunggu
di depan persimpangan stasiun adalah hal yang dilakukan Ihsanudin untuk
antisipasi siapa tahu teman-teman tidak tahu. Namun, tidak berapa lama
teman-teman sampai tepat didepan stasiun dan Ihsanudin malah yang ketinggalan.
Ini lah salah satu hikmah kemajuan teknologi dizaman modern ini, dengan telephon
teman-teman pun menghubungi Ihsan agar segera ke stasiun.
Akhirnya
kereta datang, dan setelah pemeriksaan ktp teman-teman mulai memasuki gerbong
kereta. Berdiri itulah yang harus dilakukan teman-teman karena tiket kami
adalah tiket berdiri. Namun, ketika ada bangku kosong teman-teman mengisi
bangku yang entah siapa tuannya tersebut sampai kemudian si empunya datang dan
dengan tampang yang tak berdosa dan polos teman-teman tersenyum menyerahkan
kembali tahtanya pada si empu yang datang meminta haknya. Bahkan ada yang
sampai 3 kali harus berdiri, duduk dan berdiri kembali. Namun begitu tidak
mengurangi kecerian dan kehebohan teman-teman selama di kereta.
Surabaya, 9 November 15.30 WIB kami
menginjakan kaki di stasiun Wonokromo yang kemudian di jemput oleh Cak Pen dan
Pak Yus. Sebelum menuju ke rumah Gadang yang ada di Surabaya aku, isan dan
beberapa orang teman-teman menyempatkan untuk membeli tiket balik ke Malang.
Kali ini kami tidak lagi mengambil tiket kereta ekonomi tapi dengan sangat
percaya diri kami memilih mengambil tiket ekspress penataran, dan salah satu
penyebabnya adalah kapok berdiri.
Setelah tiket ditangan, kami pun
menuju Rumah Gadang, sesampainya disana teman-teman ada yang istirahat dan ada yang
membersihkan diri. Agenda berikutnya adalah gladi resik dan main futsal bagi
yang cowok. Serta sebagian teman-teman cewek ada yang ke taman pelangi untuk
sekedar menghirup udara malam kota Surabaya.
Malam itu, pukul 22.30 WIB teman-teman
sudah kembali berkumpul di Rumah Gadang untuk beristirahat agar kembali segar
pada acara esok hari. Tapi aku, tepat jam 23.15 WIB bersama wewen, wulan, yuli,
cak pen dan bg bibin keluar menggunakan mobil pick up untuk menjemput peralatan
yang akan dipergunakan pada acara besok. Namun diperjalanan saat akan balik ban
mobil tersebut bocor. “Hummm, ini Surabaya… makanya malang nggak usah
dibawa-bawa” becanda kami malam itu. “pamali sih…”
Esok hari adalah hari H
dilaksanakannya dialog kepemudaan dan Mubes GGM Minang, tujuan kami datang ke
kota pahlawan di hari pahlawan ini. Sebuah organisasi non politik Gerakan Generasi
Muda Minang Jawa Timur, atau lebih tepatnya suatu wadah pemersatu kami para
mahasiswa perantau dari Minangkabau dan Sumatra Barat. Satu persatu acara hari
itu berjalan dengan lancar hingga terpilihnya ketua dari GGM Minang Jatim itu
sendiri.
Setelah semua acara selesai, sesuai
dengan jadwal tiket kereta maka kami harus balik ke Malang jam 17.53 Wib. Maka ketika
jam menunjukan pukul 16.30 Wib persiapan pulang dan otw stasiun merupakan
prioritas kami saat itu. Mobilitas ke stasiun akan dilakukan dengan 2 trip.
Namun ternyata dengan 2 trip tersebut tidak cukup untuk mengantar semua
teman-teman ke stasiun, tersisa 4 orang. Akhirnya 4 orang yang tersisa termasuk
aku pun diantar menggunakan motor. Ihsan Dinata dan Bayu berangkat duluan
disusul aku bersama Cak Pen, Happy bersama bg Syam dan Indah bersama Daif.
Ditengah perjalanan, tiba-tiba kami kehilangan Indah dan Daif. Waaah, masalah
lagi karena yang terbayang waktu itu adalah Daif dan Indah tidak tahu jalan,
namun tidak memungkinkan juga kami harus balik. Hal yang dapat dilakukan adalah
menelvon tapi juga tidak bisa dihubungi.
Sesampainya distasiun aku menoleh
kebelakang, loh… Happy mana? MasyaAllah lagi-lagi. Kukeluarkan Hp namun sia-sia
nggak ada pulsa, Oppss. Aku memasuki stasiun mencari teman-teman dan meminjam
hp untuk menghubingi Happy dan bg Syam, Alhamdulillah tidak berapa lama
kemudian mereka lewat dan dipanggil teman-teman. Disaat yang bersamaan
teman-teman juga memberitahu kalau Indah dan Daif juga sudah sampai.
Tuhan tidak menguji hambanya jika
tak mampu, dan benar saja ujian itu masih terus berlanjut. Kami memesan tiket
kereta Ekspress agar perjalanan pulang bisa lebih nyaman dan santai serta
teman-teman bisa beristirahat. Namun apa boleh dikata baru beberapa saat kereta
berjalan dan teman-teman yang mulai merasa lapar secara bersama-sama makan nasi
yang dibawa, tiba-tiba dikejutkan dengan lampu kereta dan ACC yang mati.
SubhanaAllah, suhunya sangat panas sekali melebihi panasnya suhu di Sumatra barat.
Teman-teman yang sedang makan mau tidak
mau pun melanjutkan makan didalam keremangan malam gerbong kereta 4 penataran
ekspress malam itu.
Distasiun berikutnya kereta berhenti
agak lama untuk memperbaiki kerusakan. Teman-teman semakin heboh dengan
gumamannya masing-masing. Cukup lama hingga satu persatu teman-teman akhirnya
membuka jendela kaca kereta dan berniat keluar untuk menghirup udara segar, menghindari
suhu yang panas, namun disaat yang hampir beramaan, bahkan ada beberapa orang
teman-teman yang belum sempat turun, Lampu kereta sudah nyala dan kereta siap
diberangkatkan kembali. Hah, sungguh apes sekali.
Setelah semuanya kembali normal dan
kereta kembali berangkat, teman-teman kembali sibuk dengan berbagai aktifitas,
ada yang kecapean lalu tidur, ada yang ngobrol dan terus bercanda tawa, ada
yang main, ada yang curhat dan sebagainya hingga tanpa terasa kami telah sampai
di stasiun Malang kembali. Satu persatu teman-teman pun mulai turun dari kereta
hingga tiba-tiba ada yang nyeletuk “caturnya mana?” woo, bg Asra pun segera
berlari-lari untuk kembali ke gerbong kereta untuk memeriksa apakah masih ada
dan ketinggalan namun langkah kaki gontainya menuju kami dapat diartikan
sebagai jawaban “tidak ada, aku tidak menemukannya”. Dan beberapa saat kemudian
ada yang mengatakan “cari apa? Catur? Itu didepan udah dibawa”. Hufttt…
lagi-lagi.