Rabu, 13 November 2013

Dibalik Layar Hari Pahlawan di Kota Pahlawan



Deg, spontan aku terbangun ngelirik jarum jam di dinding kamar, jarum pendeknya tepat diangka lima dan angka dua belas untuk jarum panjangnya. Ya ampun aku ketiduran, lalu segera berlalu untuk melaksanakan sholat subuh kemudian packing. Packing? Yup dari sinilah cerita cerita konyol 9-10 November 2013 nan haru itu dimulai.
Oouw, bajunya belom dijemput, ini sudah jam berapa? Aku menggumam sendiri pagi itu. Mandi, segera sarapan dan berangkat ke beskem menemui Ihsanudin ketua IPPMBK malang untuk tahun 2013. Dengan keadaan seperti ini siapa lagi yang bisa aku hubungi selain beliau. Tek, saat sampai dibeskem masih sepi, pada kemana? Pertanyaan yang ga perlu ditanyakan untuk jam-jam segini. Kemana lagi kalau bukan masih tidur. Sungkan memang untuk membangunkan teman-teman, tapi apa boleh dikata tidak ada pilihan lain lagi.

Kereta hari ini menuju Surabaya akan berangkat jam12.00, itulah yang diketahui teman-teman termasuk aku saat itu, sekarang sudah jam 08.00 dan aku harus segera kerumah uni tina untuk menjemput baju tari yang akan dikenakan teman-teman pada acara GGM besok di Surabaya dan itu artinya memang tidak ada pilihan untuk tidak membangunkan sang ketua. “Isaaan…” suaraku menggema dilorong kamar beskem yang tidak mungkin aku masuki itu. “iya” sang ketua menjawab. Dengan wajah masih memelas beliau keluar dari kamarnya menemuiku yang senyum-senyum sendiri tidak enak menggangu tidurnya. “ Baju  belom dijemput, bisa tua menemani wi?” kalimatku saat itu. “oh iya wi” jawabnya singkat.
Pukul 08.30 kamipun berangkat kerumah uni Tina untuk menjemput baju. Sejam kemudian aku selesai memilih baju yang akan kami bawa, setelah berpamitan kami kembali ke beskem, namun sesampai disana teman-teman yang akan berangkat ke Surabaya masih belom kelihatan. Saat jam sudah menunjukan angka 10.30 barulah beberapa orang mulai datang. Rute hari ini adalah beskem-stasiun Kota Lama Belimbing dan kemudian berangkat ke Surabaya dengan kereta ekonomi lalu turun di stasiun Wonokromo Surabaya.
Tepat jam 11.00 siang itu aku bersama teman-teman yang berjumlah 24 menuju stasiun dengan angkot. Angkot pertama diisi 13 orang termasuk aku sedangkan dibelakang menyusul angkot kedua yang diisi adik-adik maba 2013 sekitar 11 orang. Perjalanan siang itu diisi dengan canda tawa yang tidak ada habisnya, tapi ditengah perjalanan tiba-tiba Ihsanddin berseru “Happy ketinggalan”. OOuw, teman-teman mulai ribut dengan berbagai komentarnya masing-masing dan solusi yang paling tepat adalah menyusul. Opsi pertama, minta tolong teman-teman yang masih dibeskem untuk mengantar ke stasiun, namun adakah yang tahu jalan? Masalah muncul. Ihsanudin dan Isan Dinata sibuk menelvon teman-teman yang ada dibeskem jikalau ada teman-teman yang bisa mengantar namun, ternyata happy lebih memilih opsi kedua yaitu nyusul sendiri dengan naik angkot.
Happy lewat, namun beberapa saat kemudian masalah baru muncul, tadi Happy sekarang Indah. Ehmmm, masih ada aja yang ketinggalan. Akhirnya bg Ego ikut turun tangan untuk mengantar Indah ke stasiun, selesai. Opps ternyata tidak sampai disitu saja, “jam berapa sekarang? Keburu nggak ya waktunya?” pertanyaan baru muncul ketika melihat jarum jam menunjukan angka 11.50 WIB, 11.55 WIB bahkan ada yang jarum jamnya menunjukan 12.06 WIB. Berbagai komentar dan gumaman teman-teman mulai bermunculan. Berdoa agar jam yang paling lambat adalah jam yang paling benar, atau setidaknya keretanya terlambat. Tidak hanya itu, bahkan khayalan-khayalan seperti film-film india pun ikut mewarnai perjalanan kami waktu itu. “bagaimana jika kita sampai, dan waktu yang bersamaan keretanya berangkat” salah satu khayalan teman-teman. “Atau ntar kita lempar selendang trus nyangkut di keretanya, aku gelayutan” khayal Yuda. “Atau kita lari-lari kayak difilmnya 5 cm”. Begitulah khayalan-khayalan teman-teman.
Disaat teman-teman mengkhayal tiba-tiba aku menerima sebuah pesan singkat “kak dimana? Kami udah distasiun” smsnya trya yang membuatku bingung dan berpikir, kok bisa? Bukannya tadi trya dan teman-teman, angkotnya dibelakang dan ketinggalan lumayan jauh ya? Kok bisa nyampe duluan? Aku Tanya teman-teman ada yang melihat angkot mereka duluan nggak?, dan dijawab dengan gelengan kepala. Kemudian tiba-tiba ada yang nyeletuk “jangan-jangan yang dimaksud adalah stasiun kota baru”. OOuw, masalah baru lagi ini apalagi dengan waktu yang tinggal sepuluh menit malah salah stasiun, dan itu artinya mereka harus nyari angkot baru untuk sampai di stasiun kota lama belimbing yang kami tuju. Ehmmm, bagaimana ini? “telephon aja” Ihsanudin berkata.
Huft, akhirnya mulai sedikit bernafas lega saat teman-teman yang salah stasiun tersebut mengatakan kembali berangkat menuju stasiun kota lama. Tepat jam 12 lebih sedikit kami sampai dan ternyata kereta yang kami maksud bukan berangkat jam 12.00 tapi 12.10 WIB dan disana sudah ada Indah dan Bg Ego yang sudah terlebih dulu sampai. Tapi tetap saja belum bisa bernafas sangat lega karena teman-teman yang diangkot satunya belum menampakan diri.
Menunggu di depan persimpangan stasiun adalah hal yang dilakukan Ihsanudin untuk antisipasi siapa tahu teman-teman tidak tahu. Namun, tidak berapa lama teman-teman sampai tepat didepan stasiun dan Ihsanudin malah yang ketinggalan. Ini lah salah satu hikmah kemajuan teknologi dizaman modern ini, dengan telephon teman-teman pun menghubungi Ihsan agar segera ke stasiun.
Akhirnya kereta datang, dan setelah pemeriksaan ktp teman-teman mulai memasuki gerbong kereta. Berdiri itulah yang harus dilakukan teman-teman karena tiket kami adalah tiket berdiri. Namun, ketika ada bangku kosong teman-teman mengisi bangku yang entah siapa tuannya tersebut sampai kemudian si empunya datang dan dengan tampang yang tak berdosa dan polos teman-teman tersenyum menyerahkan kembali tahtanya pada si empu yang datang meminta haknya. Bahkan ada yang sampai 3 kali harus berdiri, duduk dan berdiri kembali. Namun begitu tidak mengurangi kecerian dan kehebohan teman-teman selama di kereta.

            Surabaya, 9 November 15.30 WIB kami menginjakan kaki di stasiun Wonokromo yang kemudian di jemput oleh Cak Pen dan Pak Yus. Sebelum menuju ke rumah Gadang yang ada di Surabaya aku, isan dan beberapa orang teman-teman menyempatkan untuk membeli tiket balik ke Malang. Kali ini kami tidak lagi mengambil tiket kereta ekonomi tapi dengan sangat percaya diri kami memilih mengambil tiket ekspress penataran, dan salah satu penyebabnya adalah kapok berdiri.
            Setelah tiket ditangan, kami pun menuju Rumah Gadang, sesampainya disana teman-teman ada yang istirahat dan ada yang membersihkan diri. Agenda berikutnya adalah gladi resik dan main futsal bagi yang cowok. Serta sebagian teman-teman cewek ada yang ke taman pelangi untuk sekedar menghirup udara malam kota Surabaya.
            Malam itu, pukul 22.30 WIB teman-teman sudah kembali berkumpul di Rumah Gadang untuk beristirahat agar kembali segar pada acara esok hari. Tapi aku, tepat jam 23.15 WIB bersama wewen, wulan, yuli, cak pen dan bg bibin keluar menggunakan mobil pick up untuk menjemput peralatan yang akan dipergunakan pada acara besok. Namun diperjalanan saat akan balik ban mobil tersebut bocor. “Hummm, ini Surabaya… makanya malang nggak usah dibawa-bawa” becanda kami malam itu. “pamali sih…”
            Esok hari adalah hari H dilaksanakannya dialog kepemudaan dan Mubes GGM Minang, tujuan kami datang ke kota pahlawan di hari pahlawan ini. Sebuah organisasi non politik Gerakan Generasi Muda Minang Jawa Timur, atau lebih tepatnya suatu wadah pemersatu kami para mahasiswa perantau dari Minangkabau dan Sumatra Barat. Satu persatu acara hari itu berjalan dengan lancar hingga terpilihnya ketua dari GGM Minang Jatim itu sendiri. 

            Setelah semua acara selesai, sesuai dengan jadwal tiket kereta maka kami harus balik ke Malang jam 17.53 Wib. Maka ketika jam menunjukan pukul 16.30 Wib persiapan pulang dan otw stasiun merupakan prioritas kami saat itu. Mobilitas ke stasiun akan dilakukan dengan 2 trip. Namun ternyata dengan 2 trip tersebut tidak cukup untuk mengantar semua teman-teman ke stasiun, tersisa 4 orang. Akhirnya 4 orang yang tersisa termasuk aku pun diantar menggunakan motor. Ihsan Dinata dan Bayu berangkat duluan disusul aku bersama Cak Pen, Happy bersama bg Syam dan Indah bersama Daif. Ditengah perjalanan, tiba-tiba kami kehilangan Indah dan Daif. Waaah, masalah lagi karena yang terbayang waktu itu adalah Daif dan Indah tidak tahu jalan, namun tidak memungkinkan juga kami harus balik. Hal yang dapat dilakukan adalah menelvon tapi juga tidak bisa dihubungi.
            Sesampainya distasiun aku menoleh kebelakang, loh… Happy mana? MasyaAllah lagi-lagi. Kukeluarkan Hp namun sia-sia nggak ada pulsa, Oppss. Aku memasuki stasiun mencari teman-teman dan meminjam hp untuk menghubingi Happy dan bg Syam, Alhamdulillah tidak berapa lama kemudian mereka lewat dan dipanggil teman-teman. Disaat yang bersamaan teman-teman juga memberitahu kalau Indah dan Daif juga sudah sampai.
            Tuhan tidak menguji hambanya jika tak mampu, dan benar saja ujian itu masih terus berlanjut. Kami memesan tiket kereta Ekspress agar perjalanan pulang bisa lebih nyaman dan santai serta teman-teman bisa beristirahat. Namun apa boleh dikata baru beberapa saat kereta berjalan dan teman-teman yang mulai merasa lapar secara bersama-sama makan nasi yang dibawa, tiba-tiba dikejutkan dengan lampu kereta dan ACC yang mati. SubhanaAllah, suhunya sangat panas sekali melebihi panasnya suhu di Sumatra barat. Teman-teman yang sedang makan  mau tidak mau pun melanjutkan makan didalam keremangan malam gerbong kereta 4 penataran ekspress malam itu.

            Distasiun berikutnya kereta berhenti agak lama untuk memperbaiki kerusakan. Teman-teman semakin heboh dengan gumamannya masing-masing. Cukup lama hingga satu persatu teman-teman akhirnya membuka jendela kaca kereta dan berniat keluar untuk menghirup udara segar, menghindari suhu yang panas, namun disaat yang hampir beramaan, bahkan ada beberapa orang teman-teman yang belum sempat turun, Lampu kereta sudah nyala dan kereta siap diberangkatkan kembali. Hah, sungguh apes sekali.

            Setelah semuanya kembali normal dan kereta kembali berangkat, teman-teman kembali sibuk dengan berbagai aktifitas, ada yang kecapean lalu tidur, ada yang ngobrol dan terus bercanda tawa, ada yang main, ada yang curhat dan sebagainya hingga tanpa terasa kami telah sampai di stasiun Malang kembali. Satu persatu teman-teman pun mulai turun dari kereta hingga tiba-tiba ada yang nyeletuk “caturnya mana?” woo, bg Asra pun segera berlari-lari untuk kembali ke gerbong kereta untuk memeriksa apakah masih ada dan ketinggalan namun langkah kaki gontainya menuju kami dapat diartikan sebagai jawaban “tidak ada, aku tidak menemukannya”. Dan beberapa saat kemudian ada yang mengatakan “cari apa? Catur? Itu didepan udah dibawa”. Hufttt… lagi-lagi.