Enam bulan lalu, aku terperangkap
diruang itu bersama puluhan teman-teman seangkatan dan seorang dosen yang sedang
bercerita panjang lebar pasca lebaran idul fitri, aku masih ingat pagi itu,
pagi pertama aku mulai kuliah di semester tiga. Namun kini, tidak terasa enam
bulan pun berlalu, dan sudah saatnya
untuk mengikuti ujian UAS.
Bulan-bulan awal ketika aku
bersantai, kupu-kupu istilah teman-teman. Dimana aku kuliah pulang, kuliah
pulang dan bersantai lalu bingung sendiri karena tidak tahu mau ngapain sangat
bertolak belakang dengan kini yang harus ngebut tubes atau tugas besar. Bingung
Jangir, kepikiran koteg, inget transed dan SIG yang bikin mumet dengan
kontur-konturnya.Lalu ada Hidrologi yang gag mungkin untuk dikesampingkan
juga.Huft… pokoknya akhir semester itu adalah nerakanya kuliah.Diburu deadline
asdos maupun dosen, belum lagi menyelesaikan tugas-tugas dosen yang bertumpuk
dan kuis-kuis yang menari-nari didepan plus pratikum yang selalu menghantui,
membuat rasa itu bercampur. Mumet, sumpek, stress, capek, lelah, bosan, jenuh
dan akhirnya berujung pada sebuah kesensitifan tingkat akut membuatku gag bias diganggu
dan dibecandain sedikit pun.
Begitu juga saat kejadian itu
berlangsung, pagi itu ketika semua sibuk deadline tubes-tubes membuat
teman-teman jadi emosi dan sensitive.Tak jauh beda dengan aku yang pagi itu
sangat-sangat tidak dalam keadaan yang fresh, yang tidak baik, membuatku
langsung sangat kaget ketika membaca sms
dari seorang sahabat.” Wie kamu jangir gugur? Coba konfirmasi ke mas hafidh”
begitu kira-kira isinya.
Sebuah pesan yang membuat mataku
sangat panas, bukan hanya karena isi sms sebenarnya, tapi lebih kepada aku
sendiri, air mata itu memang sudah tertahan sejak beberapa lama dan pesan
singkat itu membuatnya tak bisa terbendung lagi. Aku mencoba bertahan, segera
ke himpunanan MP menemui mas hafidh.Beliau sedang sibuk ketika aku dating.Mengkoreksi
tubes cus, salah satu teman seangkatanku, mas hafidh tenang-tenang saja dan
tidak berkata apa-apa membuat aku berpikr dan tidak percaya. Lalu, langkahku
selanjutnya tertuju pada Lab. Disana aku bertemu dengan teman-temen yang sibuk
dengar jangir termasuk sahabat yang mengirimiku pesan itu, aku menemuinya.
Air mata itu benar-benar tidak terbendung lagi aku
menangis dihadapan seniorku, aku menangis didepan teman-temanku ketika dia
menyodorkan selembar kertas. Kertas itu membuatku tidak bisa berkata apa-apa
tapi aku juga tidak percaya kalau asdos yang merupakan kahimku itu setega itu
padaku. Aku mengerjakan soal-soal tugas dan semuanya sudahku terselesaikan tapi
ini apa? Apa ini??
Aku tidak bisa berhenti menangis
dan tak bisa berkata-kata lagi. Atas
saran seorang teman aku kembali ke HMP, menemui asdosku. Aku datang dengan air
mata yang mengalir, hanya mengatakan “mas” sambil menyodorkan selembar kertas,
membuat mas hafidh bingung hingga akhirnya beliau kaget dan minta maaf kepadaku
ketika mengatakan bahwa dia telah menggugurkankku pada tubes perencanaan
jaringan irigasi ini. Ekspresinya membuat aku tertawa walau air mata ini tak
juga mau berhenti, dan Aku mulai tenang
ketika dia mengganti isi kertas itu, lalu aku kembali ke Lab setelah itu yang aku ingin saat itu hanyalah pulang.
Dikost, aku menangis tersedu-sedu
bukan karena gugur jangir tapi karena aku ingin melepas semua yang sudah
tertahan beberapa lama ini dan juga karena dia yang aku kasihi, karena dia
tidak pernah bisa ada didekatku bahkan hanya untuk mengirim sebuah pesan
singkat kepadaku disaat aku seperti ini. Aku kecewa tapi tidak pernah bisa marah
padanya. Aku kesal dan selalu hanya bisa diam. Sibuk, selalu begitu…